danau toba

danau toba
selalu ingin kesana

Sabtu, 16 Oktober 2010

This is not me!

Waktu aku masih kerja, hubungan dengan tetangga biasa-biasa saja. Apalagi tetangga jauh. Hanya sebatas bertegur sapa dan saling lempar senyum. Tak lebih! Kadang tidak kenal sama sekali dikarenakan tetanggaku gonta ganti. Maklum, tinggal dikontrakan. Berangkat pagi pulang sore, malah kadang-kadang malam. Kalau hari libur, cuci otak dan cuci mata. Alhasil tidak ada waktu berkenalan dan ngobrol-ngobrol dengan mereka. Ditambah lagi, akunya memang agak malas berbasa-basi. Jadi suka atau tidak harus terima bila dicap sombong. 


Dua tahun terakhir kegiatanku lebih banyak dirumah. Keluar hanya sesekali bila ada yang perlu. Tidak ada alasan lagi untuk tidak mengenal mereka-mereka. Dari anak-anak sampai yang tua. Walau awalnya masih cuek-cuek gimana gitu... Sekarang aku sudah tahu bahwa si A tinggal di sana, Si B disana dan masih banyak lagi. O.. itu anaknya si A, itu anaknya si B begitu selanjutnya.


Dari anak-anak, remaja. dewasa. ibu-ibu, bapak-bapak sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Beberapa dari antara mereka ada yang cuma say hello saja. Ada yang cukup lempar senyum saja. Ada yang bertegur sapa dua-tiga kata. Ada yang ngobrol sebentar saja, ada yang sampai berjam-jam yang bikin pekerjaanku jadi terbengkalai. Dari urusan sepele sampai urusan yang serius.


Teman baru. Mereka-mereka inilah teman "baru". Biasa saja sebenarnya. Hidup bertetangga dimana-mana sama. Ciri khasnya bergosip ria. Hari ini ngomongin si A, besok si B. Hari ini didekatin, besok dijutekin. Lumrah-lumrah saja.


Buat aku mereka semua sama. Suku, agama, asal, nggak ada masalah. Tua muda, besar kecil, kaya miskin nggak ada bedanya. Tapi yang menarik perhatianku adalah beberapa nenek. Entah dimulai darimana, bagimana aku bisa dekat dengan nenek ini. Seingatku berawal dari azas menghormati orangtua, menyapa orangtua lebih dahulu dan rasa iba. Karena semua nenek ini hidup prihatin. Akhirnya sampai ke acara berbagi, apapun itu.This is not me! Tapi kasih telah berbicara, dan siapapun tidak ada yang mampu menolaknya.


Ma dedeh, rumahnya hadap-hadapan dengan rumahku. Yang sudah kuanggap seperti saudara. Yang selalu siap dipanggil jika sedang tidak enak badan. Yang selalu siap merapihkan baju yang kekecilan atau kebesaran tanpa mengharapkan upah. Yang tidak pernah lupa membagi makanan atau oleh-oleh. Es campur, kolak dan ketupat tidak pernah lewat setiap tahunnya. Kalau aku memberi sesuatu, eh, si antik.. makasih banyak ya...sudah repot-repot, nuhuuuuunn pisan! enteng jodoh.


Mak, nggak tahu siapa namanya tapi aku menyebutnya sinenek yang suka bilang puji Tuhan. Awalnya dari baju bekas. Kalau ada baju bekas biasanya bingung mau dikasih ke siapa. Tapi ada yang bilang kasih ke sinenek itu saja. Apapun yang dikasih sinenek selalu bilang aduh neng.... makasih banyak. Puji Tuhan ya... Yesus Kristus memberkati, dikasih rejeki sehat selalu, cepat dapat jodoh yang cakep kayak neng. (emang gue cakep??) Suatu waktu mak pulang kampung, dan dia membawakan aku pisang ambon dan labu siam. Hanya ini yang ada dikampung katanya. Mak... ketulusanmu itu yang aku suka.


Bu ida, csnya ma dedeh. sudah bertahun-tahun mengenalnya, ya tapi itu tadi. Dekatnya karena ma dedeh, mereka teman ngaji. Nenek ini nggak pernah menyangka aku seramah ini, mengingat waktu dulu yang tidak pernah berbasa basi. Nenek ini sama seperti yang lain, makasih tante... rejekinya berlimpah biar bisa menolong nenek. Nek doain biar cepat dapat jodoh yang baik.


Nenek Ciah, sicantik yang gesit dan pintar padahal sudah renta. Harus menghidupi dirinya dan anaknya yang "sakit", dibantu oleh saudaranya. Dulu aku hanya lempar senyum, memang tidak bisa dihindari karena hampir tiap hari melewati rumahnya. Aduh.... baik bangat yah, sudah repot-repot, ucapnya. Baru-baru ini sinenek kesusahan mencari wartel untuk menghubungi keluarganya. Aku usulkan untuk membeli handphone saja. Konsekwensinya harus kuterima. Aku harus mengajarinya dengan sabar, menjawab semua pertanyaannya. Yang bikin nggak tega, setiap handphonenya berbunyi dia lari kerumah padahal sms promo yang nggak penting. Kasihan!


Bu Acih, sicina yang menjadi bahan tertawaan, menyebalkan. Alih-alih nggak mau berdosa akhirya kuladeni saja. Tadinya suka menawarkan apa saja, lumayan buat nambah-nambahun makan, katanya. Si 'ncik yang satu ini suka numpang telepon anaknya. Awalnya seberapa pulsa yang terpakai, dia bayar pula sesuai dengan yang terpakai padahal paling duaribu rupiah. Bayarannya ku ambil, dengan alasan kalau gratis nanti jadi tiap hari teleponnya. Malu sama diri sendiri, daripada mengambil bayarnya akhirnya ku sms saja anaknya biar di telepon balik. Makasih ya... murah rejeki, anak saya juga puji Tuhan nikah sama yang puji Tuhan, katanya.


Neneknya nadia ibunya agus teman aku, nggak tau namanya siapa cukup kupanggil dengan mak. Sinenek yang juga pengen menikmati indahnya hidup. Suatu kali dia memakai rantai kue kaleng yang berwarna emas sebagai kalungnya. Tahu kan akibatnya apa mak? Miris! ya ampun neng... makasih banyak, hati-hati ya neng... selalu itu yang diucapkan.


Masih banyak nenek-nenek yang lain. Tapi yang inilah yang paling dekat dan menyentuh. Hati bisa berubah hanya dengan melihat, bertutur tanpa harus mencampuri kehidupan mereka. Tak ada yang menyangka, ibuku sendiripun apalagi aku. Apabila kasih sudah bekerja semua bisa berubah. Nenek-nenek ini telah menunjukkan kasihnya, hatiku yang sekalipun sudah membeku menjadi cair. Rontok!


Nek, mak, bu, 'nci.... tak pernah berniat untuk angkuh. Siapapun kalian, kalian telah mengajarkan arti mengasihi, menghormati, menghargai, berbagi. Apapun itu, doa kalian diatas segalanya. Aku tidak berhak meminta umur panjang untuk kalian karena memang sudah tua, sehat dan bahagia itu yang kuharapkan disisa waktu kalian. Jangan pernah berhenti mendoakan aku untuk hidup yang lebih baik. Trimakasih untuk kebersamaan ini...





Tidak ada komentar:

Posting Komentar