danau toba

danau toba
selalu ingin kesana

Sabtu, 27 November 2010

Tona Ni Tao - Simphony Yang Indah




Tongam Sirait, musisi batak yang hebat. Karya seninya termasuk unik dan syair lagunya jujur, mudah dicerna dan selalu meninggalkan pesan positif. Walaupun saya agak terlambat mengenalnya tapi bukan berarti saya tidak mengaguminya. Awalnya, lagunya sering dinyanyikan oleh sepupu2 saya, dan saya tertarik. "Siapa penyanyinya?" "Tongam Sirait"
Musisi yang stay di parapat tapi sering tampil di beberapa kota. Saya kurang tahu apa dia sudah ke mancanegara juga. (mudah2an). Akhirnya saya rajin menghapal lagu-lagunya dan berusaha menyanyikan dengan main gitar. Tapi tak gampang, accord2 yang dipakai amat sangat susah dan gejrengan yang juga tak kalah rumit. Dan memang itulah keunikannya.


Tona ni tao...
Sebuah lagu yang baru saya dengar, dan saya masih mempelajarinya. Pesan yang disampaikan sangat sederhana, jujur, dalam dan to the point. Semoga bisa mengugah hati pendengarnya, termasuk saya. Terlahir disamosir dan dibesarkan disana., tentu keseharian saya tidak luput dari tao tersebut. Marlangei so marna loja, (seperti syair lagu Tongam Sirait), marsolu, mangkail, marmeami dll tak ada bosan2nya. Kecintaan saya terhadap tao hanya 'bisa' saya tunjukkan dengan datang kesana, mengulangi semua itu. Menghabiskan waktu di tao tidak ada ruginya, saya tidak takut dengan hawa yang membuat kulit saya gosong. Saya tidak takut ombaknya karena itu adalah keindahan. Tidak takut berenang karena dia bersahabat. Yang saya takutkan adalah tao yang semakin surut, yang menurut berita itu adalah imbas penebangan/penggudulan hutan yang dengan sepengetahuan pemerintah. Saya juga takut tao yang semakin hari semakin kehabisan ikan. Semasa kecil banyak sekali udang, amburisak(ikan2 kecil) mujahir, lele, pora2, ikan mas, gabus(haruting). Sekarang... nyaris punah, sulit menemukannya. Beberapa tahun terakhir terdapat pora2 yang menjadi satu kekayaan baru buat penduduk disana. Kenyataannya, itu juga punah akibat ulah 'beberapa orang' yang tidak bertanggung jawab. Dan maraknya kerambah2 yang tidak jelas, yang mengotori tao tersebut.


Sesungguhnya keindahan masih ada, masih tersimpan. Tona ni tao by Tongam Sirait sudah berpesan.

TONA NI TAO...
Nungga leleng au dison.. mandohoti pardalani portibion
alai dang muba najolo tu sadarion songonon dope..
tongtong do au dison, sonang do au dison...


Aha na hurang be nian.. aha sileanonki unang arsaki au...
tongtong do au dison, sonang do au dison..


Pangidoanki, asi ni roham.. Debata....


Tuhan, sahat diho do au, patudu dalani
tu akka nabisuki...
dongan, sai tangihon au, sai haholongi au
rap do hita di portibion..


Dakdanak namarlangei di aek na tio i, ido tonaki..
naposo namartumbai, dihuta namartuai, ido podaki..
tongtong do au dison. sonang do au dison...



Once Mekel, musisi (penyanyi) yang sangat dikagumi banyak orang. Siapa yang tidak mengenalnya... Cakep, suaranya indah dan jauh dari gosip. Aku mengenalnya lewat Dewa band, vocalis yang mampu menghipnotis lebih dari jutaan orang termasuk aku.  

Simphony Yang Indah...
Sebuah lagu yang unik juga. Once menyapa kita lagi dengan lagu indah ini. Lagu ini memang bukan dia yang memperkenalkan ke dunia musik. Namun dinyanyikannya kembali membuat generasi sekarang menjadi tahu dan bahkan menyukainya, terlepas dari siapa penyanyinya. Dan lirik lagu ini memang indah, puitis dan romantis. Cocok untuk pasangan yang memulai hidup baru atau yang baru jadian. Tapi nggak juga, tergantung keadaan dan kebutuhan. Yang pasti keindahan, seperti judulnya simphony yang indah. Mudah2an pesan dari lagu ini tinggal di hidup kita masing2. Keindahan hidup, kebahagiaan hidup, semuanya.


SIMPHONY YANG INDAH....
Alun sebuah simphony, kata hati disadari..
merasuk sukma kalbuku, dalam hati ada satu
manis lembut bisikanmu, merdu lirih suaramu
bagai pelita hidupku...


Berkilauan bintang malam, semilir angin pun sejuk
seakan hidup mendatang, dapat kutempuh denganmu
berpadunya dua insan, simphony dan keindahan
melahirkan kedamaian, melahirkan kedamaian


Syair dan melodi, kau bagai aroma penghapus pilu
gelora dihati, bak mentari kau sejukkan hatiku...


Burung2pun bernyanyi, bungapun tersenyum
melihat kau hibur hatiku...
hatiku mekar kembali, terhibur simphony
pasti hidupku kan bahagia...

Rabu, 17 November 2010

emang iya????

            
             semua itu atas seijin Tuhan...
             apa, kapan, dimana, bagaimana hanya Dia yang tahu...
             manusia hanya bisa memohon dan mensyukuri




Hidup ini tidak bisa terlepas dari bayang-bayang masa lalu. Juga mimpi-mimpi dan mitos-mitos yang kadang-kadang menurut sebagian orang nggak penting. Ada benarnya juga, persetan dengan itu semua. Jalani saja hidup ini apa adanya. Tapi jika sedang mengalami sesuatu yang ada hubungannya dengan itu semua mau nggak mau suka atau tidak pasti percaya yang walaupun berpikir dua kali.


"Kalau makan jangan berdiri! oppungku selalu bilang begitu jika dia melihat aku atau siapa saja dari antara kami cucunya yang makan sambil berdiri. Nasinya turun sampai ke kaki, betisnya jadi besar", katanya. Padahal dengan berjalan sejauh kurang lebih 3 km setiap hari sudah cukup membuat betisku besar.


Perempuan yang 'pintar' main gitar jodohnya akan jauh. Banyak juga yang percaya itu, tapi bukan berarti perempuan jadi berhenti belajar dan bermain gitar. Buktinya, sekarang banyak sekali perempuan yang jadi gitaris handal.




"Jangan suka nyirih!"  Oppungku juga melarang jika sirihnya dimakan. Nanti dapat duda, padahal biar nggak habis itu sirih. Dasar nenek-nenek pelit!
Jika memiliki tahi lalat di sekitar hidung, hidupnya tidak beruntung. Banyak lagi, dan memang masih banyak.


Adalagi, dulu waktu aku masih kecil kira-kira umur sembilan tahun. Aku suka membanding-bandingkan jempol tangan kiri dan kanan, ingin tahu lebih besar yang mana. Hasilnya jempol kanan yang lebih besar. Ada seorang nenek, tinggal disebelah rumah. Nenek ini sudah tua sekali dan matanya juga sudah rabun dan nyaris buta. Aku bertanya sama nenek ini, "Oppung, kenapa jempol tangan kanan aku lebih besar daripada jempol tangan kiri? Si oppung menjawab " itu artinya nanti kamu akan kaya raya". Wow! Aku senang sekali pastinya dan berhayal tingkat tinggi.


Sekarang aku sudah dewasa (tua kalee), terkadang kalau sendirian aku sering mengingat-ingat itu. Mungkin benar, karena sering makan sambil berdiri betisku memang agak besar. Aku juga bisa main gitar, apa gara-gara itu juga aku belum menikah diusia yang sudah sangat cukup?


Dan semasa kecil aku juga suka nyirih, sampai-sampai pernah dibuatkan oleh ibuku tempat khusus buat aku. Apa aku juga akan kebagian duda? Nggak apa-apa sih... duda bersyarat!
Seingatku, aku tidak memiliki tahi lalat di sekitar hidung. Beberapa tahun terakhir di sekitar hidungku tumbuh tahi lalat. Apa itu juga yang membuat aku tidak seberuntung orang-orang? Entahlah....


Okelah, untuk kali ini aku percaya itu ada hubungannya. Tapi yang membuat aku bingung, kenapa juga aku belum kaya raya seperti yang dikatakan oleh nenek itu? Jangankan kaya raya, hidup pun masih jauh dari layak.

Sabtu, 13 November 2010

Ditakko ho ma rohaki...

Simalolongku do marnida ho
alai rohaku sai holsoan..
dibahen ekkel supingmi ito
manusuk tu pusu-pusuki
tikki na parjolo pajumpang dohot ho
sai maila-ila ho tu au...


Jari-jariku do manjalang ho
alai tarottok akka bukbak
ala lambok ni soaram ito
mangullus tu sipareonki
sanga tarhatotong hupanotnoti ho
tung sonang pakkilalaanki ito...

Ima mulana sai huingot ho
mambaen masihol au tu ho...o..o..

ditakko ho ma rohaki ito
dibuat ho nang holongki
ditakko ho ma rohaki ito...
gabe laos tading do di ho.... 

Rabu, 10 November 2010

Lima tahun telah berlalu...



Lima tahun telah berlalu, entah kenapa semua itu masih segar dalam ingatan. Perasaan baru kemarin sore. Dan rasa tidak percaya itu masih terpelihara, entah kenapa. Rasa kehilangan, rasa sedih, sesal masih juga tersimpan, entah kenapa juga. Memang, kau telah pergi, tapi kau tetap disini, disini, dihatiku... selamanya!


11 november 2005..
Semua berjalan seperti biasa.
Pagi itu aku berangkat kerja, bekerja seperti biasanya. Entah kenapa hari itu aku dengan teman yang duduk disebelahku ngobrol terus. Dan topik pembicaraan kami seputar bapak yang kebetulan sedang sakit di kampung. Seusai jam kerja aku ke base camp berkumpul dengan teman-teman karena besok kami akan mengadakan suatu acara. Kira-kira jam tujuh kami bubar, bersama tiga teman aku akan memesan makanan untuk acara besok. Di angkot aku bertemu dengan salah satu supervisor di tempat aku bekerja. "Kalau nggak salah tadi adikmu telepon ke kantor, ada saudara atau bapak yang sakit dikampung" kataya. "Oh.. bapakku memang sedang sakit", jawabku. Apa bapak sudah tidak ada? pikirku. Segera kubuang jauh-jauh pikiran itu. Aku dengan ketiga temanku sampai di tempat pemesanan makanan yang tidak jauh dari rumahku.  Kami berembuk, pulang dulu kerumah. Ketiga temanku seperti membaca apa yang kupikirkan. "Kalau adikku tidak ada dirumah, berarti dia di rumah kakakku yang tidak jauh dari rumah, dan artinya itu benar", kataku. Dan kami pun sampai dirumah, rumah kosong, kulihat dari kaca jendela ada beberapa tas berantakan. Semakin menyakinkan kalau dugaanku benar. Kami pun memutuskan kerumah kakakku. Sampai disana adikku, kakakku dan suaminya sedang menghitung uang yang entah darimana mereka kumpulkan, sambil berlinangan airmata. Aku tidak perlu bertanya apa yang terjadi karena sudah jelas semuanya. "Oppung mordong meninggal, kata joujo anak kakakku".  Ketiga temanku langsung memelukku dan mengucapkan bela sungkawa mereka. Aku tidak menangis, bukan berarti tidak sedih. Kalau aku menangis, aku tidak bisa mengontrol emosiku, aku akan panik padahal masih banyak harus di persiapkan terutama keuangan. Aku hanya menanyakan adikku manatar, dan kata mereka manatar sekarang ada di tebet dan sebentar lagi akan sampai.

Berembuk dengan keluarga, kami semua anak-anak bapak harus pulang dan memang harus! Kami ada tujuh orang berikut joujo dan bona cucu bapak. Dan sepertinya kami masih kekurangan uang. Aku mencoba menelepon personalia agar dapat pinjaman dan dia pun menyetujui. Urusan pinjaman itu kuserahkan ke salah satu temanku berikut dengan urusan cuti. Keluarga dari bapak berembuk dan hanya bapauda parung yang pulang, berangkat bersama inanguda mersi yang kebetulan disini. Tulang dan nantulang taman mini akan pulang berangkat bersama-sama dengan kami dan akan bertemu di bandara besok pagi. Untuk urusan tiket itu tanggungjawab tulang taman mini. Tidak lama kemudian adikku yang laki-laki tiba dirumah di antar sepupuku kuncong. Dia menangis dan tidak mau masuk, aku menghampiri dan memeluknya. "Aku dari tadi belum nangis, jangan sampai aku ikut nangis juga", kataku.
Kami menyiapkan segala sesuatu yang kami butuhkan, dan ketiga temanku pun pulang. Tidak lupa aku mengucapkan terimakasihku kepada mereka. Sepanjang malam kami tidak bisa memejamkan mata walau hanya sekejap. Kami terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Seolah malam itu sangat panjang dan kami tak sabar menunggu pagi.

12 november 2005..
Pagi pun tiba, jam empat kami harus berangkat menuju bandara dan masih dalam kebisuan. Dari kejauhan tampaklah bandara Soekarno-Hatta, sekelebat melintas bayangan bapak di pelupuk mataku dan tanpa sadar airmata sudah berjatuhan. Ya, airmata untuk bapak! Di bandara inilah terakhir kalinya aku melihat bapak, di bandara inilah perpisahanku dengan bapak. Mungkin kalau aku pencipta lagu, akan kuciptakan sebuah lagu untuk bapak, sebuah lagu perpisahan mungkin judulnya 'perpisahan', atau 'saat terakhir' atau apalah. Februari kemarin bapak kesini tanpa lebih dulu mengabari kami anak-anaknya untuk menengok aku yang sedang sakit karena kecelakaan. Masih segar di ingatanku bagaimana bapak datang dengan celana pendeknya yang keren. Saat pintu dibuka dia langsung berlari menghampiriku, memelukku dengan linangan airmata. "Didia di na haccit ito...?" tanya bapak. Aku pun jadi menangis, "boasa tangis ho bapa, dang adong be na haccit nga malum be" jawabku. Memang keadaanku saat itu sudah membaik, tinggal pemulihan. Lumayan lama bapak disini, kami masih menikmati ayam panggang ala mordong. Kami masih sempat belanja-belanja keperluan bapak termasuk celana jeans yang menyadarkan kami kalau selera bapak memang selera anak muda.  Hmmmm....

Akhirnya tiba dibandara, disana sudah ada sepupu-sepupu, ka lis, ros, vera dan berkat. Semua menangis, berpelukan, rasa kehilangan yang sangat dalam. Bapak memang sosok sahabat buat kami termasuk buat semua keponakannya terlebih buat si ros dan kami sangat menyayangkan karena dia tidak bisa ikut pulang. "Pasahat ma tabe tu bapauda", hanya itu yang bisa dia ucapkan.
Tidak lama kemudian tulang dan nantulang tiba di bandara dan langsung mengurus keberangkatan kami. "Sotung adong na tangis, nanti sakit" kata tulang dan kami pun menurut. Dua jam berada diudara, mencoba menikmati karena inilah pertama kalinya naik pesawat tetapi tidak bisa. Pikiran melayang kerumah, membayangkan bapak yang terbujur kaku dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya. Dan kamipun mendarat. Perjalanan dari bandara polonia ajibata memakan waktu kira-kira empat jam, tapi serasa seharian.

Karena sesuatu hal, ketika kami tiba di ajibata kapal yang menuju rumah sudah berangkat dengan sangat terpaksa kami menaiki kapal onanrunggu, dari onanrunggu kami harus naik mobil lagi. Ya... apa boleh buat. Sepanjang perjalanan menuju onanrunggu tak terasa airmata berjatuhan, sesekali aku memeluk dan mencium adikku manatar yang membuat ibu-ibu penumpang kapal kebingungan dan bertanya-tanya sesama mereka. Tulangku segera menjawab, "na mate do bapak ni halakon". Si ibu pun mengerti. Kami tiba di onanrunggu, artinya sebentar lagi kami sampai dirumah. Kenyataannya sepanjang jalan onanrunggu-sirait jalanannya rusak parah semakin memperlambat perjalanan kami. Hari sudah gelap. Aku sudah bisa membayangkan suasana dirumah, mama dan kedua adikku pasti meraung-raung. Dan rumah dipenuhi sanak saudara yang mengasihi keluarga kami dan juga iku t merasakan kehilangan bapak yang terkenal mordong dan humoris itu. Mulai dari nainggolan aku hafal kampung apa dan rumah siapa saja yang akan kulewati hingga sampai dirumah. Dengan menutup mata aku mulai menyebut satu per satu walaupun sesekali meleset dan aku juga sudah dirasuki ketakutan yang luar biasa. Nainggolan... pandiangan... suhutnihuta... sibaganding... lbn karo... onan sirait... sibagas... sidoal... rumah op horas... jembatan... rumah nai kumen... rumah teddi... dan....

"Bapa..... nga robe hami, tomu ma hami bapa... huuuuu, huuuuu", kakakku menangis. Mobil pun berhenti. "Nga sahat be, nga sahat be, awas hamu dalani... tiop, tiop", entah apalagi yang mereka ucapkan. Semua turun dan berhamburan masuk ke rumah termasuk aku. Dan benar! Kami disambut tangisan mama, kedua adikku dan semua sanak saudara termasuk si melda, keponakan bapak yang selalu jadi bahan ledekan bapak. Aku berlari masuk, kulihat bapak terbujur tanpa nyawa. Seolah tak percaya, ini bukan bapak. Bapak kan gemuk, ini seperti bapatua jona abangnya bapak. Aku gemetaran, kakiku tidak sanggup menopang tubuhku padahal aku bertubuh kecil dan akupun jatuh. Segera ditolong oleh seseorang yang aku tidak tahu itu siapa. Yang aku dengar suara nantulang teddi memarahi aku. "He tika! ingot, hurang sehat ho! O.. ternyata nantulang ingat aku baru mengalami kecelakaan. Akupun berdiri, berlari memeluk mama. "oma........" Akhirnya semua masuk rumah dan terjadilah tangis yang sangat memilukan, tangis yang menyayat hati setiap orang yang mendengar, tangis penyesalan, tangis perpisahan, semua bercampur aduk. Aku tak sanggup melihat wajah bapak yang sudah tidak kukenali. Aku takut memeluk bapak yang sudah tidak bernyawa. Aku takut mencium bapak yang pipinya sudah tirus. Aku takut memanggil bapak yang sudah tidak bisa menjawab aku lagi. Aku takut! Pak... si joujo cucu bapak yang bapak sayang itu, tidak mau melihat wajah bapak, dia tidak mengenalimu juga. "Itu bukan oppung mordong, bukan! Mana perutnya, perut oppung mordong kan gendut. Ayo pergi, itu bukan oppung mordong", itu yang diucapkannya pak...

"Au do na sala..." kata adikku riva. Aku tidak berterus terang tentang keadaan bapak. Aku tidak menyangka bapak akan pergi secepat ini. Au do na sala... Kemarin masih segar, masih, masih dan masih. Bulan agustus kemarin kami memang memutuskan riva dan butet pulang untuk membantu mama mengurus bapak yang keluar masuk RS, dan memang kami berharap kesembuhan tapi Tuhan berkata lain..  "Inilah yang namanya uda leo yang baik itu", tambahnya. Sebelumnya riva sudah cerita tentang uda leo lewat telepon. "makasih ya uda" ucapku. Aku menghampiri bapatua jona, "boasa sappe songonon bapatua?" "nunga, nunga, naung tikkina do i, toema" jawabnya. Malam itu kami mengikuti acara demi acara, kami duduk mengelilingi tubuh bapak, termasuk acara dari N-HKBP sirait. Tak berdaya aku mengikuti ini. Seolah tidak percaya tapi ini kenyataan dan harus kuterima. Dulu aku yang rajin mengikuti acara ini jika orangtua dari salah satu temanku meninggal, sekarang tibalah giliranku. Oh.. Tuhan, beri aku kekuatan, sungguh aku tidak sanggup. Kira-kira jam sepuluh bapauda dan inanguda sampai, mereka pun menangis dan tangis kamipun semakin jadi, sampai-sampai kami ditegor dan dimarahi. Tiba-tiba lampu mati, refleks aku dan riva berpelukan sambil menangis, "bapa... nga mabiar be hami...." "He, pantang!" Entah suara siapa itu, dan kamipun diam. Tak lama kemudian lampu hidup kembali. Malam semakin larut, kami disuruh istirahat, agar besok kami kuat mengikuti acara pemakaman bapak. Kami tidur di ruang belakang, kulihat bapauda mersi disitu, aku baru sadar dari tadi aku tidak melihat dia ada di antara sanak saudara yang menanti kami, ternyata ini dia. Aku segera memeluknya,"uda... ai boasa dang diingani ho bapai?" tanyaku. "modom nama au, naeng marhobas au tibu manogoti, mate abangku" jawabnya sambil menutup kepalanya dengan selimut. Aku tahu, bapauda juga tidak siap dengan ini semua, bapauda pasti menyimpan banyak hal tentang ini semua, termasuk kami anak-anak bapak yang ditinggal. Kami tidur, hanya menutup mata saja. Tentu tidak akan bisa nyenyak, jam empat kami disuruh pindah ke ruang depan. Ya Tuhan... bagaimana mungkin kami bisa tidur dengan bapak dengan keadaan seperti ini, bagaimana mungkin kami tidur dengan bapak yang sudah tanpa nyawa? Pak... kaupun pasti memaklumi itu, kaupun tahu bagaimana anak-anakmu ini, kaupun hafal dengan sifat dan kebiasaan anak-anakmu ini.

13 November 2005...
Pagi-pagi sebelum acara adat dan pemakaman dimulai. Mama mengajak kami bernyanyi untuk bapak. Sijoujo sudah mau melihat wajah oppungnya. Mungkin semalam dimimpinya, joujo dan oppungnya sudah berbincang-bincang, oppungnya sudah meyakinkan joujo kalau dia adalah oppung mordongnya yang dulu gendut tapi sekarang sudah kurus karena sakit. Dan mungkin mereka sudah bermain bola, mungkin oppungnya juga sudah mengusap-usap punggung joujo seperti yang dilakukannya selama ini. Kami semua pun bernyanyi tentu sambil menangis.

"Apa yang kau alami kini mungkin tak dapat engkau mengerti,
 satu hal tanamkan dihati indah semua yang Tuhan beri.
 Tuhanmu tak akan memberi ular beracun pada yang minta roti,
 cobaan yang engkau alami takkan melebihi kekuatanmu.
 Tangan Tuhan, sedang merenda suatu karya yang agung mulia,
 saatnya 'kan tiba nanti, kau lihat pelangi kasihNya"

Salah satu lagu penguatan buat kami, dan kami sangat percaya itu.

Kami keluar rumah hendak mandi kedanau toba, diluar kami melihat sebuah bunga papan persembahan dari muda-mudai IBM'S ucapan turut berdukacita mereka atas meninggalnya bapak. Aku menghampiri mereka dan mengucapkan terimakasih yang tak terhingga untuk semua yang mereka berikan.
Kami bergegas membereskan diri untuk segera mengikuti acara demi acara. Bapauda mersi melihat dan memperhatikan kami ketika berdandan. Entah apa yang ada dipikirannya. Mungkin dia berpikir, kecentilan boruku ini, bapaknya sudah tiada tapi masih sempat-sempatnya berhias. Atau bisa saja, kasihan boruku ini, kelak kalau menikah bapaknya sudah tidak bisa mendampingi. Entahlah...

Acara pun dimulai, dari memasukkan bapak kerumah 'kecil'nya, mangalean saput, mangalean ulos tujung ke mama yang artinya mama sedang berduka yang amat sangat dalam. Acara ini sangat menguras airmata, ada beberapa ibu-ibu yang juga sudah mengalami bagaimana sedihnya menerima ulos tujung. "Jaloma eda na hacciti...., rap ma hita manaoni...., naung parjolo do au da edaku makkillaali...., jalo ma edaku..., jaloma"
Siapa yang tidak sedih mendengar itu, airmata siapa yang tidak menetes mendengar itu, anak siapa yang tidak meraung-raung melihat ibunya seperti ini? siapa?? Hari ini hari minggu, menurut aturan gereja hari ini diadakan kebaktian minggu disini bersama-sama bapak. Hari ini saat terakhir bapak kebaktian bersama-sama dengan orang-orang yang sangat dicintainya. Hari ini hari terakhir bapak mendengarkan kotbah, hari ini hari terakhir bapak... hari ini hari terakhir bapak... memang hari ini hari terakhir bapak! Banyak yang mengatakan hari ini hari yang menguntungkan buat bapak, (menguntungkan bagaimana?) dimana semua orang terbebas dari pekerjaan rutinnya sehingga bisa mendampingi bapak di hari terakhirnya.

Acara berikutnya adalah acara yang diadakan dihalaman rumah, bapakpun diangkat kehalaman. Sebelum acara dimulai kami dan semua yang hadir makan bersama. Kami makan tidak dengan bapak, padahal bapak ada disana. Alangkah sedihnya.Bagaimana mungkin ini terjadi? Teringat akan seorang anak yang berumur kira-kira 5-6 tahun ketika bapaknya meninggal. "marpesta hami, mangallang jagal mate bapakku". Apa kami juga sedang marpesta? Aku melihat bapauda mersi berdiri jauh dari kami, segera aku menghampirinya. "Uda, ai disan ma ho huddul, rap mangan ma hita" Tapi apa jawabnya "marhobas dope au".  Acara demi acara kami ikuti, dari mandok hata, mangulosi bapak, kami anak-anaknya juga cucunya joujo dan bona. Ditengah-tengah acara 'seseorang' yang tidak asing buat aku hadir ikut melepas kepergian bapak, dia tersenyum dan dalam hati aku berkata "kau hadir disini bukan karena aku, tapi karena adat", terimakasih.

Tibalah acara pelepasan, dimana saat terakhir kami bisa menyentuh, mencium atau apalah untuk bapak. Dan itu tidak kulakukan! Aku hanya berkata dalam hati "pak, tanpa mengurangi rasa kehilangan, rasa sayang, cinta dan hormatku terhadapmu, aku nggak sanggup pak, tidak akan pernah sanggup! kau tahu itu kan pak!".
Saat yang paling menyebalkan, saat yang paling tidak kuinginkan, saat suara palu menutup peti bapak. Aku tak sanggup mendengar suara itu, aku tak sanggup melihat adegan itu, aku tak sanggup melihat wajah mama, kakak, adik dan semuanya. Aku tak sanggup mendengar raungan kepedihan itu, aku tak sanggup mendengar semua kata-kata penghiburan itu, aku tak sanggup mendengar nyanyian pengantar bapak ke pemakaman, aku tak sanggup! Segera kututup wajahku dengan ulos yang kupakai. segera kututup kedua telingaku dengan tanganku. Aku tak mau itu semua. Entah siapa yang memelukku dari belakang yang kemudian menuntun aku masuk ke mobil mengantar bapak ke pemakaman. Kemudian hujan turun menambah kesedihan kami, menambah airmata kami yang sudah terkuras habis. Dimobil semua diam, hanya airmata yang menetes, kulihat bapatua jona yang duduk menunduk, satu persatu airmatanya jatuh diatas peti bapak. Aku tahu, 50 tahun lebih mereka bersama dan hari ini, saat ini harus terpisah oleh kematian, yang tidak akan pernah bertemu sampai kapan pun.

Sesampai di pemakaman peti bapak dimasukkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir, kembali kami menangis, kali ini lebih pilu, lebih berat, lebih sedih, beginikah rasanya kehilangan? "Bapa... tung tulus maho na lao i ate, dang di ingot ho hami gellengmon, ise do na lao pamuli dohot pangolihon hami sogot, alai lao maho da... sonang ma ho!" sambil memberikan segumpal tanah perpisahan buat bapak. "Haccit do hape"
Seorang teman bapak melempar segumpal tanah, dengan nada kesal dia berkata "aut dijalo ho i, dang na laho mate dope ho". Aku kebimgungan mendengar itu, entah apa maksudnya. Hanya dia dan bapak yang tahu.

Prosessi pemakaman selesai aku kembali ke mobil untuk pulang, sebelum mobil bergerak joujo berkata "nanti jam lima oppung mordong hidup lagi" Aku kaget, kulihat jam tanganku, jam lima kurang seperempat. Kutanya adikku riva "toho doi?" Dia menjawab, "naung rittik do ho haroa" dan akupun diam dan berhayal, membayangkan bapak hidup lagi, dan segera menyusul kami pulang kerumah dan keajaiban pun terjadi. Aku tersadar, dan itu tidak akan terjadi. Sampai dirumah, hujan sudah berhenti dan aku melihat tenda-tenda rubuh berantakan, seorang adikku nyeletuk, "toho do kan, gogo udan tenda maruppak", entahlah...
Segera kami membersihkan diri dan "didia do hita modom?"

Jumat, 22 Oktober 2010

Bapak jadi sombong!

           

Aku tahu... saat seseorang itu sudah meninggal saat itu juga hubungannya dengan manusia sudah terputus.

Setelah hampir lima tahun bapak punya rumah baru, rumahnya tidak pernah dibuka-buka oleh siapapun.  Bapak sendiri enggan membukanya. Bahkan saat dikunjungi pun bapak tidak mau membukanya apalagi mempersilahkan masuk, kami hanya boleh dipintunya saja. Tidak ada percakapan apalagi canda tawa. Kami hanya berbicara dari hati ke hati. Bapak tidak mau menerima makanan dan minuman sekalipun itu makanan dan minuman kesukaannya. Buat bapak lebih berharga setangkai bunga daripada itu semua. Tapi kami tidak mau saja mematuhi itu. Kadang kami memanggil dia, mengajak bicara dan bercanda. Tapi bapak tetap diam, diam seribu bahasa. Sesekali bapak kami suruh merokok, kami nyalakan rokoknya tentu kami menaruhnya diatas pintu rumahnya. Bapak tak kuasa menolak itu, rokok itu dihisapnya sampai habis dan kami akan senang sekali. Akhirnya bapak luluh. Mungkin bapak betah dengan teman barunya dan tidak mau diganggu oleh siapapun bahkan kami anak-anaknya, mama istrinya, saudara-saudaranya, juga keponakan-keponakannya. Bapak tidak pernah merindukan kami seperti kami merindukan dia.


Sebulan kemarin saudara-saudara bapak berencana membuka rumah bapak. Teman bapak yang disana mau pindah rumah tapi bapak nggak ikut. Katanya bapak belum boleh pindah rumah dan bapak masih betah disana. Iya, bapak nggak pindah rumah, tapi pintu rumah bapak harus dibuka. Harusnya kami senang, tapi ternyata tidak. Malah berbalik sedih, karena bapak nggak akan mau menyapa kami. Nggak akan berbagi cerita tentang rumah baru dan teman barunya, bapak akan bertahan dalam diam. Akhirnya kami memutuskan nggak ikut dalam acara pembukaan pintu rumah bapak tersebut. Bapak sombong!!

Hari ini, rumah bapak telah dibuka. Sepupuku ada disana(anak adik bapak) menyaksikan rumah bapak dibuka. Sebelumnya aku sudah pesan bila kesana bawa supermi jangan lupa pakai telor. Tadi dia sms, rumah bapatua sudah dibuka, tapi ada insiden. Terjadi kesalahan, rumah bapatua yang 'kecil' sempat dibuka. "Ngeri" bapak menangis, katanya. Pikiranku kacau balau. Aku langsung lemas, keringat dingin, dan gemetaran, perasaanku campur aduk. Aku tidak sanggup menanyakan ada apa? kenapa? bagaimana? apalagi bertanya tentang supermi.

Tadi aku telepon bapaudaku adik bapak. Ku buat suaraku setegar mungkin, yang walaupun aku yakin bapauda mengetahui kesedihanku. Aku menanyakan kesalahan tersebut, entah untuk menjaga perasaanku atau apalah bapauda mengatakan tidak terjadi apa-apa. Hanya mengeser sedikir rumah kecil bapak agar temannya bisa dipindahkan. Kan bapak belum boleh pindah rumah, katanya. Bapauda sedih, menangis. Benar kan?! Bapak memang sombong, sudah lupa. Bapak tidak menjawabnya, membuka rumahnya yang 'kecil' itupun nggak mau. Kata bapauda rumah kecilnya masih bagus, jadi untuk mengintip pun susah. Bapak, bapak! Seenak apakah disana sehingga bapak nggak mau pulang? Apa yang terjadi disana sehingga untuk menyapa kami pun bapak enggan. Ceritalah pak... kami juga punya cerita buat bapak, banyak sekali. Tunggu pembalasan kami ya pak! Jika kami nanti pindah rumah ke rumah bapak kami nggak akan mau berbicara dengan bapak, menoleh pun tidak. Ingat itu ya pak!

Aku dan adik-adik sudah mewanti-wanti mama semenjak ada rencana pembukaan rumah baru bapak. Kami yakin mama tidak akan mampu melihat adegan itu. Kami menyarankan agar mama berada agak jauh dari rumah bapak. Mama pasti sedih menahan rindu, suami tercinta yang sudah menemaninya berpuluh-puluh tahun tega meninggalkannya. Dan mama pasti punya pikiran, untuk apa menunggu dipintu rumahnya, toh dia akan diam seribu bahasa, sudah tidak mencintaiku lagi seperti dulu. Tadi, saat aku telepon bapauda, aku sempat menanyakan mama."O.. akkang ada (harus). Berdiri agak jauh disana, mengintip-intip ke arah rumah abang," kata bapauda. Kasihan mama, mungkin saja mama ingin berbagi cerita, mungkin saja mama mau mengatakan kalau mama cinta mallapak ke bapak sehingga mama nggak mau kawin lagi padahal bapak sudah meninggalkannya. Mungkin saja... mungkin saja... mungkin saja. Tenang mam... nanti kita balas perbuatan bapak. Yah.. kalau mama saat ini sedih ya wajar dong! Kan masih cinta, masih sayang. Tapi jangan lama-lama sedihnya, nanti mama sakit, kan jadi repot. Biarkan dia dengan rumah barunya, teman barunya. Mama cukup bicara dari hati ke hati, hanya itu yang bapak mau. Tapi jangan buka rahasia, brondong-brondong mama jangan ceritakan, cukup hanya kita yang tahu, bapak bisa marah besar, nanti mama dipanggil menemani bapak. Mama cukup bercerita yang biasa-biasa saja. Oke mam?!


Sudah lewat dari tengah hari, mungkin rumah bapak sudah ditutup kembali. Pak... baik-baik disana. Janganlah bapak jadi sombong. Semua orang tahu kalau bapak orangnya menyenangkan, supel, humoris. Jika memang bapak tidak diperbolehkan untuk menyapa dan berbincang-bincang dengan kami nggak apa-apa pak! Kami cuma mau memastikan kalau bapak disana baik-baik saja, bapak senang dengan kehidupan disana. Pak, disana enak ya? Ngopi-ngopi dirumah Yesus, bersenda gurau dengan malaikat-malaikat, terbang kesana kesini, kelangit kebumi mordong seperti dulu! Nanti ceritakan lewat mimpi saja ya pak...

Oo... satu lagi ya pak, jangan lupa cari teman-teman bapak disana. Sudah banyak teman bapak yang menyusul. Salah satunya tulang sarlen teman akrap bapak itu? Cari ya pak....
Jangan coba-coba ganti nama pak.. sekali mordong tetap mordong! Satu lagi, jangan mencari teman dari antara kami. Ingat itu! Aku nggak suka! Sampaikan pesanku sama Tuhan Yesus, yang itu pak, bapak tahu kan maksudku? Ya sudahlah, pergilah bersenang-senang, Sampai jumpa di rumah Bapa!
We love U mordong....


antik, 23 okt '10

Sabtu, 16 Oktober 2010

This is not me!

Waktu aku masih kerja, hubungan dengan tetangga biasa-biasa saja. Apalagi tetangga jauh. Hanya sebatas bertegur sapa dan saling lempar senyum. Tak lebih! Kadang tidak kenal sama sekali dikarenakan tetanggaku gonta ganti. Maklum, tinggal dikontrakan. Berangkat pagi pulang sore, malah kadang-kadang malam. Kalau hari libur, cuci otak dan cuci mata. Alhasil tidak ada waktu berkenalan dan ngobrol-ngobrol dengan mereka. Ditambah lagi, akunya memang agak malas berbasa-basi. Jadi suka atau tidak harus terima bila dicap sombong. 


Dua tahun terakhir kegiatanku lebih banyak dirumah. Keluar hanya sesekali bila ada yang perlu. Tidak ada alasan lagi untuk tidak mengenal mereka-mereka. Dari anak-anak sampai yang tua. Walau awalnya masih cuek-cuek gimana gitu... Sekarang aku sudah tahu bahwa si A tinggal di sana, Si B disana dan masih banyak lagi. O.. itu anaknya si A, itu anaknya si B begitu selanjutnya.


Dari anak-anak, remaja. dewasa. ibu-ibu, bapak-bapak sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Beberapa dari antara mereka ada yang cuma say hello saja. Ada yang cukup lempar senyum saja. Ada yang bertegur sapa dua-tiga kata. Ada yang ngobrol sebentar saja, ada yang sampai berjam-jam yang bikin pekerjaanku jadi terbengkalai. Dari urusan sepele sampai urusan yang serius.


Teman baru. Mereka-mereka inilah teman "baru". Biasa saja sebenarnya. Hidup bertetangga dimana-mana sama. Ciri khasnya bergosip ria. Hari ini ngomongin si A, besok si B. Hari ini didekatin, besok dijutekin. Lumrah-lumrah saja.


Buat aku mereka semua sama. Suku, agama, asal, nggak ada masalah. Tua muda, besar kecil, kaya miskin nggak ada bedanya. Tapi yang menarik perhatianku adalah beberapa nenek. Entah dimulai darimana, bagimana aku bisa dekat dengan nenek ini. Seingatku berawal dari azas menghormati orangtua, menyapa orangtua lebih dahulu dan rasa iba. Karena semua nenek ini hidup prihatin. Akhirnya sampai ke acara berbagi, apapun itu.This is not me! Tapi kasih telah berbicara, dan siapapun tidak ada yang mampu menolaknya.


Ma dedeh, rumahnya hadap-hadapan dengan rumahku. Yang sudah kuanggap seperti saudara. Yang selalu siap dipanggil jika sedang tidak enak badan. Yang selalu siap merapihkan baju yang kekecilan atau kebesaran tanpa mengharapkan upah. Yang tidak pernah lupa membagi makanan atau oleh-oleh. Es campur, kolak dan ketupat tidak pernah lewat setiap tahunnya. Kalau aku memberi sesuatu, eh, si antik.. makasih banyak ya...sudah repot-repot, nuhuuuuunn pisan! enteng jodoh.


Mak, nggak tahu siapa namanya tapi aku menyebutnya sinenek yang suka bilang puji Tuhan. Awalnya dari baju bekas. Kalau ada baju bekas biasanya bingung mau dikasih ke siapa. Tapi ada yang bilang kasih ke sinenek itu saja. Apapun yang dikasih sinenek selalu bilang aduh neng.... makasih banyak. Puji Tuhan ya... Yesus Kristus memberkati, dikasih rejeki sehat selalu, cepat dapat jodoh yang cakep kayak neng. (emang gue cakep??) Suatu waktu mak pulang kampung, dan dia membawakan aku pisang ambon dan labu siam. Hanya ini yang ada dikampung katanya. Mak... ketulusanmu itu yang aku suka.


Bu ida, csnya ma dedeh. sudah bertahun-tahun mengenalnya, ya tapi itu tadi. Dekatnya karena ma dedeh, mereka teman ngaji. Nenek ini nggak pernah menyangka aku seramah ini, mengingat waktu dulu yang tidak pernah berbasa basi. Nenek ini sama seperti yang lain, makasih tante... rejekinya berlimpah biar bisa menolong nenek. Nek doain biar cepat dapat jodoh yang baik.


Nenek Ciah, sicantik yang gesit dan pintar padahal sudah renta. Harus menghidupi dirinya dan anaknya yang "sakit", dibantu oleh saudaranya. Dulu aku hanya lempar senyum, memang tidak bisa dihindari karena hampir tiap hari melewati rumahnya. Aduh.... baik bangat yah, sudah repot-repot, ucapnya. Baru-baru ini sinenek kesusahan mencari wartel untuk menghubungi keluarganya. Aku usulkan untuk membeli handphone saja. Konsekwensinya harus kuterima. Aku harus mengajarinya dengan sabar, menjawab semua pertanyaannya. Yang bikin nggak tega, setiap handphonenya berbunyi dia lari kerumah padahal sms promo yang nggak penting. Kasihan!


Bu Acih, sicina yang menjadi bahan tertawaan, menyebalkan. Alih-alih nggak mau berdosa akhirya kuladeni saja. Tadinya suka menawarkan apa saja, lumayan buat nambah-nambahun makan, katanya. Si 'ncik yang satu ini suka numpang telepon anaknya. Awalnya seberapa pulsa yang terpakai, dia bayar pula sesuai dengan yang terpakai padahal paling duaribu rupiah. Bayarannya ku ambil, dengan alasan kalau gratis nanti jadi tiap hari teleponnya. Malu sama diri sendiri, daripada mengambil bayarnya akhirnya ku sms saja anaknya biar di telepon balik. Makasih ya... murah rejeki, anak saya juga puji Tuhan nikah sama yang puji Tuhan, katanya.


Neneknya nadia ibunya agus teman aku, nggak tau namanya siapa cukup kupanggil dengan mak. Sinenek yang juga pengen menikmati indahnya hidup. Suatu kali dia memakai rantai kue kaleng yang berwarna emas sebagai kalungnya. Tahu kan akibatnya apa mak? Miris! ya ampun neng... makasih banyak, hati-hati ya neng... selalu itu yang diucapkan.


Masih banyak nenek-nenek yang lain. Tapi yang inilah yang paling dekat dan menyentuh. Hati bisa berubah hanya dengan melihat, bertutur tanpa harus mencampuri kehidupan mereka. Tak ada yang menyangka, ibuku sendiripun apalagi aku. Apabila kasih sudah bekerja semua bisa berubah. Nenek-nenek ini telah menunjukkan kasihnya, hatiku yang sekalipun sudah membeku menjadi cair. Rontok!


Nek, mak, bu, 'nci.... tak pernah berniat untuk angkuh. Siapapun kalian, kalian telah mengajarkan arti mengasihi, menghormati, menghargai, berbagi. Apapun itu, doa kalian diatas segalanya. Aku tidak berhak meminta umur panjang untuk kalian karena memang sudah tua, sehat dan bahagia itu yang kuharapkan disisa waktu kalian. Jangan pernah berhenti mendoakan aku untuk hidup yang lebih baik. Trimakasih untuk kebersamaan ini...





Selasa, 12 Oktober 2010

Sungguh... aku tidak menginginkan ini

Kau tak pernah tau apa yang kurasakan...
Kau tak pernah tau betapa aku tak bisa menahan ini...


Entah dimulai dari mana kau dan aku menjalani itu semua tanpa beban syarat. Selalu ingin berdua menghabiskan hari-hari ditemani canda tawa dan sesekali diselingi pertengkaran yang menyadarkan bahwa kita sangat bahagia dan saling mencintai. Kau dan aku tak pernah menyesali melewati kebersamaan itu.

Suatu waktu aku harus pergi tanpa kata perpisahan tanpa kesepakatan. Tak mudah untukku menjalani, tak mudah untukku meninggalkanmu. Kesedihan yang begitu dalam dan airmata yang menetes selalu setia menemani. Aku pergi membawa itu. Entah apa yang kau rasakan, entah apa yang terjadi denganmu.

Aku kembali, membawa rindu membawa cinta membawa sejuta cerita.Tapi aku tidak menemukanmu. Kau tak ada, kau hilang tak ada yang tau. Aku kecewa, sedih, aku menangis.Bercampuraduk perasaanku saat ku tau semua yang terjadi denganmu. Tiba-tiba... kau hadir dengan kebisuan. Ingin aku memelukmu mendekap erat menumpahkan kerinduan tapi semua tertahan. Kau bukan yang kukenal, kau berbeda, kau berubah. Kemana senyum manismu? kemana suara khasmu? kemana manjamu? Kau seperti tak kukenal.

Kau menahanku untuk tinggal, menemanimu, mendampingimu merajut kasih menggapai impian-impian kita. Walau kau sadar kau sudah tidak semanis yang dulu. Tapi kau berusaha menyakinkan aku kalau kau akan baik-baik jika dengan aku, kau akan hancur jika tidak dengan aku, kau memohon, tapi aku menolak. Itu tak mungkin. Kau ingin aku membawamu, sesuatu yang sulit buat aku. Sekali lagi aku menolak. Bukan menolak cintamu, bukan menolak dirimu aku menolak keadaan. Datanglah lain waktu.... aku menunggumu! Hanya itu yang kuucapkan.

Sesuatu yang tak pernah kuinginkan terjadi. Kau hidup dengan yang lain. Saat mengetahui itu apakah kau tau kau telah menghancurkan semuanya? Kepedihan yang sangat mendalam, hidupku kacau, berantakan tak bertujuan. Kau akhiri semuanya. Kau dengan dia menjalani kehidupanmu, sementara aku masih sendiri. Ditemani cintaku, keinginanku yang kusimpan jauh dilubuk hatiku hanya untuk kau.

Aku datang, tak berharap bertemu denganmu, tak ingin. Tapi dunia kita sempit. Pertemuan tidak bisa dihindari. Kau menghadiahkan senyum manismu kusambut dengan senyum terindahku. Hanya itu tapi mampu mengingatkan kembali, membangunkan semua yang sudah kita lalui, semua kenangan yang terlalu indah dilupakan, yang terlalu sedih dikenangkan.

Hari itu... hari yang sangat menyedihkan untuk aku, kau hadir. Kembali senyum manismu kau hadiahkan, namun kali ini tak dapat kubalas dengan senyum terindahku, kau tau itu aku tak bisa. Kau mengajakku untuk bertemu, aku menolak, berjuta-juta cara kau buat merayuku, berjuta-juta pula alasanku menolakmu. Kau mengatakan, aku takut. Iya, aku takut. Tapi bukan ketakutan yang seperti kau pikirkan. Aku takut dengan cintaku, dengan rinduku, dengan keinginanku untuk memilikimu. Kau marah, marah sekali. Kau menyalahkan dirimu sendiri, kau mengatakan kaulah penyebab kesendirianku, kau penyebab semua yang terjadi dengan hidupku. Kau tak pernah menginginkan dia, kau tak bahagia, itu katamu.
Pernah kau berniat meninggalkan itu semua demi aku, demi cintaku, demi kebahagiaanku, aku senang, senang sekali. Kembali kesadaran mengingatkan itu tak mungkin dan tak boleh terjadi.

Malam itu... tak pernah aku berhayal memimpikanmu. Berpikirpun tidak apalagi mengundangmu. Tapi kau hadir, kau bawa semua yang kuinginkan darimu. Senyummu, candamu, manjamu. Kembali kita menjalani kebersamaan itu, kau nyanyiakan sebuah lagu yang sangat kusuka jika kau yang menyanyikannya, sangat bahagia. Aku terbangun!

Apakah kau tau betapa menderitanya aku, apakah kau tau betapa tertekannya aku, apakah kau tau betapa tersiksanya aku. Apakah kau tau betapa aku tak sanggup menahan ini semua. Kumohon jangan ulangi lagi, sungguh.... aku tak menginginkan ini. Tak pernah!


Catatan,
Saat menulis ini tak dapat kubendung airmataku. Aku menyimpulkan bahwa aku sangat mancintainya.Sangat kehilangan.

Senin, 11 Oktober 2010

AKU DAN FACEBOOK

Facebook...
Siapa yang tidak tahu facebook sekarang ini? Atau mendengarnya? Mungkin hanya "orang tua dan orang kampung". Awalnya facebook hanya dibeberapa kalangan saja kemudian sampai di kalangan saya. Facebook dengan cepat menjalar kemana-mana, tidak ada yang mampu menahannya kecuali siempunya mencabutnya.

Saya termasuk orang yang gaptek (gagap tekhnologi). Lagi sibuk-sibuknya orang berfacebookria saya hanya diam seolah-olah tidak butuh padahal penasaran. Menurut saya hanya orang yang mempunyai handphone bagus dan mahal yang bisa menikmati facebook. Kebetulan handphone saya bukan handphone bagus dan mahal, dan saya memutuskan sendiri bahwa handphone saya tidak memenuhi syarat untuk menikmati facebook. Kebodohan yang sengaja terpelihara

Saya pernah menanyakan itu kepada adik saya yang lelaki. "Tar, seperti apakah facebook itu?" Dia jawab: "Pertemanan di handphone. Kita bisa mencari siapa saja yang kita kenal hanya dengan mengetik namanya. Kita bisa memberi komentar disetiap status yang sudah menjadi teman kita, bagitu sebaliknya, bla bla bla". Semudah itu. "Oooo..." jawab saya.
Entah apa yang ada dipikiran ketiga adikku ketika mereka sudah sangat menikmati facebook tersebut tanpa mengajak saya untuk menjadi penikmatnya.

Hampir satu tahun mereka menikmati itu.Sesekali mereka menunjukkan kepada saya jika ada status atau foto yang lucu. Atau jika ada teman baru mereka yang saya kenal. Suatu hari seorang adikku yang perempuan berkata: "handphone siAntik ternyata bisa facebook'kan"! "o ya?" jawab saya. Dia menerangkan sedikit bagaimana cara memakainya. Dalam hati saya, buat apa? Emang saya punya? Ooo...! Ooo...! Hanya itu yang keluar dari mulut saya dan berkata dalam hati, kenapa nggak kau buatin?

Suatu waktu adik lelaki saya berkata: Saya sudah buat facebook buat antik. Saya tentu senang, dan menunggu reaksi adik perempuan saya. Mereka tertawa. Ada yang berkata demikian. Carilah nanti si lasta, si enni, si bumi entah siapa lagi. Ooo... hanya yang seumuran yang berteman difacebook ini pikirku. Nanti si antik hanya akan sibuk dengan facebooknya, tambahnya lagi. Separah itukah? Apa mereka juga demikian?

Yah... tiada hari tanpa facebook! Saya menikmatinya. Kadang-kadang adik-adik mentertawakan saya. Saya bingung, ada yang salah? Kadang-kadang mereka bercerita ke teman kalau saya ber-facebook dengan tertawa. Kadang-kadang jika saya meng'add sepupu-sepupu yang jauh dibawah umur saya. Komentarnya begini: si antik???? Bingung lagi saya, kenapa?

Kemudian saya menyimpulkan sendiri kejadian demi kejadian. Ooo...menurut mereka hanya umur tigapuluh kebawah yang boleh facebookan dan yang hanya seumuran. Kalau diatas tigapuluh yang mempunyai pekerjaan tertentu saja. Atau hanya yang gaul-gaul saja. Makanya mereka tidak dari awal mengajak saya. Makanya mereka mentertawakan saya. Makanya mereka heran ketika saya muncul di wall mereka. Semoga saja tidak. Dan memang salah. Saya berteman dengan semua kalangan disini. Kecuali anak-anak karena memang tidak diperbolehkan.

Belakangan ini saya menggunakan komputer. Jauh lebih baik menggunakan komputer dibanding handphone, apalagi handphone saya, jauh sekali bedanya. Dengan leluasa saya bisa membuka-buka foto, catatan-catatan, video. Banyak lagi dan banyak lagi. Satu yang pasti. Saya bisa mengobrol dengan teman. Bilangnya chatting.

Banyak ilmu yang didapat, termasuk otak-atik komputer. Banyak hal yang bisa dibahas disini. Kepedulian, tulus atau tidak, komentar kawan-kawan sangat menyemangati. Apalagi untuk yang sedang bersedih. Lucu-lucuan, ledek-ledekan, bernostalgia. Situasi nasional sering jadi pembahasan. Mengkritik pejabat-pejabat bahkan mencaci-maki. Dan tidak akan ada yang sakit hati, karena sampai saat ini yang saya tahu balum ada yang berurusan dengan polisi.

Saya di add. Pangajian Pane, entah dasar apa dia meng'add saya dan langsung saya konfirmasi. Seperti biasa hanya sekedar komentar-komentar.
Lihat info, foto-foto hanya sekilas. Suatu waktu kami chatting.

Pangajian : Hello...
Saya       : Hello juga.
Pangajian: Mksh buat infonya... (dia bth tmn yg bs mbnt tmnnya yg lg lbrn d samosir, wkt itu ak ksh
                 holmes nainggolan, bpn)
Saya       : oh.. sm2. tnggl dmn?
Pangajian : Amrik.
Saya       : wow! Jauh ya..
Pangajian : km tnggl dimn?
Saya       : Bogor..
Pangajian: masih hijau kah..
Saya        : sm aja. udah panas juga.
Pangajian: bndng jg udh digunting ya....
Saya        : mn lg emang yg blm, smua udah.
Pangajian: akibat dr kerakusan pejabat dn antek2nya. tidak hny di indonesia, seluruh bumi mengalami
                global warming. tdk ush demo2 krn makhluk2 itu akan semakin bertambah.
Saya        : makhluk ap?
Pangajian: alien.
Saya        : mang ad?
Pangajian: ad. mrk sangat sk dgn kerkelahian dn darah. smkn ad krbtn smkn mrk berkembang. dst.
Saya        : dst
Pangajian: dsni pukul 3.30 dini hari. sy istrht dl ya...
Saya        : ok, senang bs berteman dgn km, mksh buat smuanya. mdh2n kt bs brtmu.
Pangajian: pst .sy sngt senang bs ngobrol dgn km, lain wkt kt ngobrol lg. daa...
Saya        : daa...

Betapa bangganya saya. Karenanya saya selalu mendorong teman, saudara agar menikmati pentingnya facebook. Tidak ada batasan untuk itu. Sungguh sayang kalau dilewatkan.


 Beberapa teman yang tidak pernah saya sesali kehadirannya di facebook saya. Pdt DTA Harahap dengan Mula harahap, Riri Harahap, dan Agan Harahap(foto)nya (berniat untuk menulisnya), kawan-kawan KASBI dengan politik dan perjuangannya, Bona Pasogit Nainggolan dengan info dan danau tobanya, Aman durga sipatiti dengan tato krennya, Saouth Nainggolan dengan ledekannya, Pangajian Pane dengan aliennya, Buha Nainggolan dengan kehilangannya, semua dan semuanya.





Tidak ada batasan mencari ilmu. Disinilah saya menemukan banyak hal, disinilah saya mengetahui banyak hal, dan disini jugalah saya mengetahui masih banyak lagi yang belum saya ketahui dan disini jugalah saya mengetahui betapa bodohnya saya.

Jumat, 08 Oktober 2010

AIRMATA

"Air mata adalah simbol kepekaan jiwa.

Jiwa yang kering akan cinta,

mustahil mampu mengeluarkan airmata,

sebab airmata hanya milik jiwa-jiwa yang terbuka".