danau toba

danau toba
selalu ingin kesana

Senin, 31 Januari 2011

KAMPUNG HALAMAN

Sejenak terdiam. Teringat kampung halaman. Sosorpasir, sirait, nainggolan Samosir. Tempat aku dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orangtuaku. Masa kecil yang jauh dari kemewahan. Bermain tanpa modal, yang hanya ala kampung. Margala, marsendol, martulpe, marsitekka, marguli dan masih banyak lagi. Tidak ada boneka apalagi sepeda. Masa kecil yang jauh dari jajanan selayaknya anak-anak. Tidak ada taro, keripik kentang, coklat apalagi es krim dan jajanan lainnya. Tidak ada kolam renang yang lengkapi dengan perosotan, ban, baju renang, kacamata renang, dan penutup kepala. Kadang-kadang hanya dengan memakai batang pisang agar bisa ketengah. Beruntunglah jika nelayan meminjamkan sampannya untuk bisa ketengah. Mengayuh sampan tanpa mengenal lelah. Terus mengayuh sampai jauh, jauh sampai gejeja HKBP Sirait bisa terlihat baru berhenti kemudian tersenyum puas menikmati keindahan.. Berenang hanya dengan gaya suka-suka, tidak ada pengajar tidak ada teknik cuma modal bisa marlange dan berkejar-kejaran dengan ombak pantai. Setiap hari marlangei so mar na loja bersama teman-teman. 


Berangkat ke sekolah tanpa mengenal taman kanak-kanak. Tidak ada orangtua yang mengantar karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tidak akan terlihat segelas susu atau jus apalagi roti yang dilapisi seres, keju atau selai. Yang ada sepotong singkong rebus dan segelas air putih. Beruntunglah jika menemukan sarapan nasi yang walaupun lauknya hanya ikan asin goreng atau dibakar, segelas teh manis atau kopi. Tidak ada uang saku untuk jajan, tidak ada bontot untuk tempat bekal, apalagi mobil jemputan. Waktu istirahat cukup dihabiskan bermain dengan teman-teman.

Malam tiba, dan suasana sunyi seperti tak berpenghuni. Makan malam, kemudian belajar sebentar. Teman-teman menghampiri mengajak bermain menunggu kantuk tiba dan suasana pun hidup kembali. Kadang-kadang kami hanya ngobrol atau berbagi cerita membahas apa yang dialami seharian. Sambil bernyanyi, lagu apapun itu. Akan sangat senang sekali jika kakak atau abang kami bergabung bersama. Atau ke rumah tetangga yang mempunyai televisi, kami akan asyik menonton jika ada film yang menarik. Kami akan serius karena takut yang punya rumah mengusir kami jika kami berisik, sesekali kami hanya berbisik-bisik. Selesai menonton, kami akan membahas film itu seseru mungkin padahal kami menonton bersama-sama.


Masa remaja masih dengan keterbatasan. Kebutuhan-kebutuhan semakin bertambah tapi hanya memakai yang ada saja. Sesekali masih bermain dengan anak-anak. Susah melepaskan kebiasaan-kebiasaan saat masih kecil. Segala macam permainan masih ku ikuti yang walaupun sesekali kena marah sama orangtua. Sudah mulai memperhatikan laki-laki, menyukai diam-diam. Menceritakan ke teman-teman dan berakhir dengan ledekan-ledekan. Bukannya membantu mendekati malah mengolok-olok dan mempermalukan.

Sekolahku yang sekarang lumayan jauh, tapi masih tetap dengan berjalan kaki, yang membuat betis besar dan tak seorang pun laki-laki yang suka itu. Masih tanpa uang jajan apalagi bekal. Istirahat cuma ngobrol dengan teman, sesekali nongkrong dikantin kalau ada rejeki atau ditraktir sama teman. Hari senin adalah hari spesial, karena hari ini pasar besar. Apapun caranya hari itu harus punya uang. Kadang orangtua juga mengerti. Mereka akan memberikan uang jajan yang walaupun hanya cukup untuk makan mie gomak dan pisang goreng juga ongkos pulang naik angkutan umum. Sesekali nongkrong dikapal yang datang dari daerah lain yang berjualan di pasar. Tidak ada makanan dan minuman tapi mampu melepas kepenatan.


Pulang sekolah, berjalan secepat mungkin agar cepat sampai dirumah. Melepas dahaga dengan segelas air danau toba mentah, tanpa mengganti baju seragam cepat-cepat melahap sepiring nasi dengan lauk ikan asin bakar dan sekali lagi beruntunglah jika ikan asin goreng disambal dan juga lengkap dengan sayurnya. 
Pekerjaan sudah menunggu, kadang tidak akan menemukan orangtua dirumah. Mereka sudah berangkat ke ladang dan harus cepat-cepat menyusul. Beruntunglah aku karena orangtuaku lumayan pengertian. Jika suara kapal dari balige atau ajibata kedengaran itu artinya sudah jam lima stengah enam, mereka memperbolehkan pulang untuk membereskan pekerjaan di rumah. Memasak, membersihkan rumah juga membersihkan diri dengan belari setengah menit kemudian melepas penat dengan berenang di danau toba. Kelelahan dan kesedihan hari itu terbayar dengan berenang sepuas-puasnya.

Mulai berpacaran, pacaran ala kampung. Hanya bertemu mata saja senangnya luar biasa. Tidak ada mall atau bioskop tempat kencan. Tidak ada cafe untuk nongkrong apalagi restoran. Hanya tangga rumah yang selalu siap menampung kami atau teras eda kumen yang cuma berjarak tiga rumah dari rumahku. Beruntung juga karena di halaman rumahnya ada batu besar yang nyaman untuk duduk berduaan. Langit yang bertabur bintang menambah keromantisan  apalagi jika bermain gitar sambil bernyanyi. Hmmm... benar-benar romantis. Hingga kami lupa malam sudah semakin larut, biasanya mama akan menghampiri dan mengajakku pulang. Dengan sedikit malu dan berat hati aku pulang dan menunggu pertemuan berikutnya. 

Kadang kami pergi ketempat hiburan yang tentu ala kampung juga. Dari kecil ini adalah hiburan gratis yang menyenangkan tapi membutuhkan sedikit keberanian. Karena hanya di malam hari saja kami bisa kesana, di siang hari kami sibuk dengan pekerjaan yang tidak bisa kami tinggalkan. Beruntung jika tempatnya dekat dan tidak perlu melewati kuburan. Tapi itu jarang terjadi, karena dimana-mana ada kuburan. Gondang! Inilah hiburannya. 

Hiburan lainnya yang ditunggu adalah libur natal dan libur kenaikan kelas. Libur natal diisi dengan perayaan natal di gereja juga disekolah. Perayaan natal yang walaupun sederhana tidak mengurangi kegembiraan. Pohon natal yang dibuat dari batang pisang yang kemudian ditusuki dengan ranting pohon pinus, tempat lilin dari pelepah pisang dan dekorasi yang hanya dibuat dari kertas gaba-gaba dan daun muda pohon enau. Perayaan dilangsungkan di malam hari, siang harinya makan bersama yang kami sebut marjagal-jagal. Tidak ada kue mewah, hanya kembang loyang, roti bawang, rempeyek, sasagun dan kue kampung lainnya. Tidak ada sirup apalagi anggur yang ada teh manis kopi, tuak puncaknya bir jika ada perantau sukses yang ingat akan kampungnya. 

Libur naik kelas diisi dengan membantu orangtua ke ladang. Tak lupa kusempatkan untuk memancing didanau toba. Aku menemukan keasyikan tersendiri jika memancing, walaupun kadang-kadang aku di tertawakan bapak sama mama. Beruntunglah jika diajak jalan-jalan kerumah saudara yang ada didaerah lain, dan tentu akan bangga yang sangat luar biasa.
Malam hari anak-anak bermain sepuasnya dihalaman rumah bersama teman-teman. Tak jarang para orangtua juga ikut walau hanya sebagai penonton sambil mengobrol suka duka kehidupan. Akan sangat senang jika tulang Januari yang juga libur kuliah pulang dari medan dan menyempatkan bermain kerumah. Dia akan mengajarkan kami bermain gitar dan bernyanyi lagu-lagu baru. Dan kami akan menarik nafas kecewa jika ibunya datang menghampiri dan menyuruhnya pulang. Dia juga mengajak kami kerumahnya walaupun hanya sekedar ngobrol, makan mangga dan memancing. 


Semua liburan menyenangkan! Tapi masih ada liburan yang spesial, sangat berkesan, sangat menyedihkan dan tidak bisa dilupakan. Beberapa kali aku berlibur ke perkampungan yang ada di atas perbukitan Samosir. Melewati jalan setapak, berliku, terjal, jalanan curam dan tanjakan yang menguras tenaga. Perkampungan yang belum bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua sekalipun. Rumah bilik, rumah yang terpencil. Kekaguman anak-anak padahal aku bukan siapa-siapa. Keramah-tamahan yang luar biasa menyambut aku dan masih banyak lagi. Kepuasan yang luarbiasa, kelelahan tak ada apa-apanya jika melihat keindahan ini semua. 


Seperti biasa, selepas sekolah aku pergi meninggalkan itu semua. Mencari sesuatu yang mungkin merubah hidup agar lebih baik. Sesekali aku pulang, kembali ke kampungku. melepas rindu, menikmati indahnya Samosir dan danau tobanya. Bertemu dengan sanak saudara juga teman-teman yang masih tinggal disana.


Tersadar dari kenangan itu, timbul pertanyaan. Apakah itu tinggal kenangan? Apakah itu hanya masa lalu? Apakah itu hanya pijakan menuju masa depan? Apakah kembali hanya mengenang saja?


Dan... kemudian aku berhayal, suatu saat akan kembali ke rumahku, ke kampung halamanku, ketempat dimana aku di ciptakan, dimana aku di tempa, tano hatubuanku, hagodanganku, ketempat dimana jiwaku tertinggal. Selamat datang Samosir... selamat datang danau toba. Sambut aku dengan pesonamu, keindahanmu dan semua yang kusuka darimu. Aku akan datang...


Dan nyanyikanlah ini agar kesempurnaan dari keindahan jelas adanya....




Selasa, 25 Januari 2011

Bang... jangan datang dulu ya...

Jaman merubah gaya hidup. Salah satunya gaya pacaran.  Sebelumnya biasa-biasa saja. Gaya pacaran yang normal-normal jadi sorotan serius. 

Pernah ada teman bercerita. Sewaktu dia perjalanan pulang kerumah mertuanya dia bertemu dengan seorang gadis, gadis ini tidak percaya kalau dia sudah beristri. Saking jengkelnya dia memberikan nomor telepon rumah mertuanya dan berharap si cewek percaya, nyatanya tidak. Si cewek menghubungi dan yang mengangkat telepon si mertua. Hmmm... nekat! Tapi si cewek tidak malu malah mengajaknya janjian di hotel. 

Saya sering ngobrol dengan teman-teman. Lagi-lagi yang menarik untuk diobrolin adalah gaya pacaran. Tapi bukan berarti kita munafik. Kita juga pacaran kok! Tapi seolah-olah gaya kita gaya kuno, ngga keren, ketinggalan jaman. Kampungan. Iyakah????

Satu hal lagi yang saya nggak habis pikir, virginitas yang sepertinya sudah tidak ada harganya dan nggak penting. Terus terang saya bengong mendengar ini. Separah inikah??? Suatu kali seorang teman di kampung menelepon. Bercerita panjang lebar, tiba-tiba dia bertanya. "Lo masih virgin ga?" Saya jawab "maksud lo?". Akhirnya dia bercerita tentang beberapa pacarnya yang sudah tidak virgin. Dan kenapa dia menanyakan itu ke saya karena dia berpikir, orang dikampung saja sudah begini parah apalagi yang di kota. Dia berpesan, "jagalah itu, itu adalah harta lo yang paling berharga". Dan kenapa juga dia belum menikah karena dia belum mendapakan cewek virgin dan dia merasa berhak untuk mendapat itu.

Di tempat saya tinggal, tidak jarang teman perempuan membawa pacarnya nginap di kamarnya. Awalnya sesekali, lama-lama jadi keseringan. Akibatnya adalah MBA, dan memilih pulang kampung karena memang belum siap untuk berkeluarga. Ada juga yang ditinggal yang berakibat stres berkepanjangan. Macam-macamlah.

Baru-baru ini saya ngobrol-ngobrol dengan seorang ibu yang datang dari kampung menengok cucunya yang baru lahir. Mungkin dia merasa nggak nyaman karena kelahiran cucunya lahir lebih cepat dari waktunya. "Sepertinya sebelum mereka nikah menantu saya sudah isi, tapi nggak apa-apalah, asal cuma anak saya saja, tidak ada lelaki lain"   Ha????

Sebenarnya saya tidak mau ambil pusing dengan semua itu, hidup ini masing-masing yang menjalani. Apa dan bagaimana itu terserah orangnya. Apalagi saya seorang perempuan yang masih sendiri. Yang katanya pamali ngomongin orang. Cuma saya suka bingung, inikah gambaran orang batak yang notabene sopan, terpelajar, boru dan anak ni raja yang terkenal kuat dengan agama dan adat istiadat? 

Satu lagi yang membuat saya tidak berhenti tertawa geli dan nggak habis pikir, seorang tetangga menelepon pacarnya dan berkata "Bang, jangan datang dulu ya... saya lagi mens"
Hmmmm!!!!!!!?????

Senin, 10 Januari 2011

KIRI BANG....

Mereka berkelompok. Satu kelompok 4-5 orang. Mereka seolah-olah tidak kenal satu sama lain. Satu-dua orang naik duluan, kira-kira seratus meter kemudian temannya naik lagi, dan begitu seterusnya. Sopirnya bisa saja adalah kelompok mereka, dan perempuan pun sudah ada juga yang ikut dengan mereka. Biasanya mereka tidak mau duduk berdekatan, selalu mengusahakan duduk diselingi penumpang yang lain. Yang satu pura-pura sakit, yang lainnya menolong. Grasak-grusuk dan mereka pun beraksi. Berhasil!!!!

Pagi tadi aku ke cibinong naik angkot. Didalam angkot ada dua penumpang, satu laki-laki berumur 30 tahunan duduk di bangku yang isinya enam orang. Satu lagi perempuan muda berjilbab duduk di bangku yang isi empat orang dan aku duduk di sebelah kirinya. 


Kira-kira 200 meter persisnya di anggada, naik satu orang laki-laki berumur tigapuluhan. Matanya sedikit agak besar dan pandangannya sayu. Kata orang mata ganjaan dan duduk di pojok disebelah kanan laki-laki yang tadi sudah didalam. Angkot belum bergerak, naik lagi,seorang laki-laki yang lebih tua dari yang barusan masuk.  Aku bergeser dekat pintu agar sibapak itu duduk didalam. Tapi dia nggak mau malah duduk dekat pintu. Sibapak ini batuk-batuk dan sesekali buang ludah. Matanya jelalatan dan aku paling benci melihat mata seperti itu. Sedikit demi sedikit dia bergeser. Yang tadinya ada jarak dari aku sekarang malah jadi nempel, bahkan dengan perempuan disebelahku dan sering juga curi-curi pandang ke si bapak yang kedua.


Kiri... kata sibapak yang kedua. Mobil berhenti. "Ini ramayana ya?" dia bertanya. Aku dan perempuan yang satu lagi menjawab "bukan, ramayana masih jauh". Memang masih jauh... ini masih di PLN. Mobil bergerak kembali. Aku curiga. Aku tidak membawa tas, hanya dompet berisi handphone dan duit yang akan kubelanjakan di cibinong. Mata mereka sering hinggap di dompet ku itu. Jika orang-orang ini benar-benar copet dan aku bernasib sial, mampuslah aku. Aku tidak mencurigai penumpang yang sudah ada di angkot sebelum aku naik. Tapi bisa saja mereka memang sekelompok.


200 meter kemudian angkot berhenti, seorang laki-laki umur tigapuluhan naik dan membawa tas kantor.  Matanya jelalatan. Duduk di antara laki-laki yang di bangku isi enam. Kecurigaanku pun bertambah, dan aku deg-degkan. Mobil belum bergerak... KIRI  BANG!!!!!!!


Sebenarnya aku berharap mereka adalah orang biasa sama seperti aku. Dan meskipun aku memutuskan untuk turun sebelum sampai, aku hanya menghindari sesuatu yang tidak kuinginkan. Aku hanya mengikuti kata hatiku dan menjauh dari orang-orang yang mencurigakan. Mereka benar-benar persis dengan ciri-ciri sekelompok pencopet. 

Jika mereka memang sekelompok pencopet, apa mereka berhasil? Siapa yang jadi korbannya? Sejujurnya aku ingin mereka tidak mendapat apa-apa. Biar mereka kesal dan akhirnya jera.